Diriwayatkan daripada Abu Musa r.a katanya: Aku menemui Nabi s.a.w bersama dengan dua orang lelaki dari keluarga bapak saudaraku. Salah seorang warisku itu berkata: Wahai Rasulullah, berikanlah aku jawatan untuk mengurus (memimpin) sebahagian dari perkara yang diberikan oleh Allah kepada mu. Begitu juga waris ku seorang lagi mengajukan permohonan yang sama, lalu Rasulullah s.a.w bersabda: Demi Allah, aku tidak akan memberikan pekerjaan ini kepada orang yang memintanya, apatah lagi kepada orang yang tamak padanya (H.R. Bukhori Muslim).
Hadits di atas dikutip dengan maksud sebagai dasar dari tulisan ini. Karena di era yang semakin tidak menentu ini sepertinya manusia sudah lupa akan pegangan hidup sebagai umat Islam yang senantiasa harus berpegang pada Al Quran dan Hadits. Menghadapi pemilihan presiden negeri ini 5 Juli 2004 mendatang, kita disuguhi berbagai dagelan kampanye yang ditampilkan para capres. Tanpa malu seolah mereka adalah yang terbaik diantara rakyat negeri ini. Mereka berteriak dan mengumbar janji kepada rakyat, bahwa mereka adalah calon presiden yang paling pantas memimpin negeri ini. Benarkah demikian? Simaklah hadits di atas, bila kita ingin mendapatkan pemimpin yang sesungguhnya.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak menginginkan jabatan itu, presiden yang baik adalah presiden yang tidak mempromosikan dirinya lebih dari orang lain dan memproklamirkan dirinya sebagai manusia yang paling pantas memimpin negeri ini. Di televisi dan diberbagai media masa kita menyaksikan dan membaca dengan perasaan masygul. Terharu melihat rakyat berbinar-binar menatap calon presiden datang ke sekolah butut. Tersenyum pahit menyaksikan calon presiden yang mendadak menyalami tangan bau daki rakyat di tengah kerumunan. Tanpa jijik dan ragu para capres tersebut berbondong-bondong mendatangi tempat-tempat yang saya yakin pasti tidak akan mereka injak lagi bila mereka telah terpilih menjadi presiden. Pasar yang kotor, terminal bis, tempat kumuh dan pesantren adalah tempat yang menjadi primadona selama satu bulan ini.
Di televisi, kita disuguhi aneka dagelan yang disuguhkan para badut politik tersebut. Kita disuguhi doktrinasi dan promosi dari para capres tersebut yang menukil berbagai peristiwa sejarah. Bahkan dengan aktif salah satu capres tersebut menjelek-jelekan orang lain yang seolah-olah pemerintahan semasa dia memimpinlah yang terbaik. Walau dia akui kurang berhasil, karena negeri yang dipimpinnya adalah negeri rongsokan sisa peninggalan Orba. Pantaskah kita memilih calon pemimpin seperti ini? Bukankah Rasululloh pernah bersabda orang yang menggunjing keburukan pihak lain tidak jauh berbeda dengan pemakan bangkai!
Dagelan kemudian lebih didramatisir dengan adegan-adegan protes mahasiswa, tentara menendang mahasiswa, anak-anak SD yang bersih-bersih menyiumi tangan mereka, sumpeknya pasar-pasar tradisional, pengapnya jalan-jalan berlubang yang dilalui bus atau truk atau angkutan kota di terminal, sampai lagu Sajadah Panjang (Bimbo). Ada juga yang menampilkan gelang bergelantungan di tangan dan berlian di telinga sembari menunjuk majunya ekonomi negara. Anehnya, tidak ada yang menampilkan perihnya perut rakyat gara-gara duit negara dikorupsi habis-habisan.
Sebagai rakyat yang telah kenyang dibohongi para pemimpinnya semestinya rakyat menyadari bahwa kampanye adalah ajang adu mulut dan janji palsu demi mendapatkan suara rakyat agar memilih mereka. Rakyat negeri ini semestinya mampu membaca bahwa semasa kampanye saja mereka sudah memanipulasi realita yang ada demi meninakbobokan rakyatnya apalagi kelak menjadi presiden? Mungkin tidak segan mereka untuk melakukan perbuatan yang susah digambarkan dari kacamata norma agama.
Haruskah Kita Golput?
Rasululloh sudah memberikan rambu-rambu kepada umatnya, untuk tidak memilih pemimpin atau memberikan jabatan kepada manusia yang menginginkannya. Pemimpin yang benar-benar asli punya jalan yang berbeda. Ia muncul dengan kekuatan yang begitu tulus, adem, menyenyumi kita dengan lembut. Orang langsung merasa ia tidak dibayang-bayangi ambisi pribadi. Orang yang tidak dengan serta merta berteriak pilihlah saya untuk memimpin negeri ini! Pemimpin yang bijaksana dan baik adalah orang yang murah hati, agamis dan berkepribadian seperti malaikat.
Pempimpin yang baik adalah pemimpin yang mempunyai Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang tinggi seperti yang dikatakan Ary Ginanjar Agustian (2001,114) Pemimpin sejati adalah seorang yang mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai. Memiliki integritas yang kuat, sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya. Selalu membimbing dan mengajari pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Dan yang terpenting adalah memimpin berlandaskan atas suara hati yang fitrah.
Mencari dan memimpin sosok presiden dan wakil presiden yang bakal memimpin bangsa ini bukanlah hal yang mudah. Presiden memang bukan sembarang orang. Di tangan presidenlah jatuh bangunnya negara dan bangsa ditentukan. Untuk memilih pemimpin negeri yang carut marut dan sedang sakit ini diperlukan mata hati nurani dan meminta bimbingan Illahi.
Presiden dan calon presiden yang kita pilih haruslah memenuhi kriteria seperti di atas. Menurut hati nurani kita adakah dari para capres dan cawapres yang sedang menjadi artis selama satu bulan ini yang layak? Bukalah mata hati dan tanyakan pada kalbu kita, adakah yang pantas memimpin negeri ini sesuai dengan kriteria di atas?
Kita jangan memilih manusia yang tidak ksatria, yang bersembunyi di belakang wajah tak berdosanya ketika kerusuhan melanda negeri ini. Jangan jatuhkan pilihan kita yang jelas-jelas tidak jantan untuk mengakui kegagalan pemerintahannya dengan alasan dia hanya mewarisi negeri rongsokan. Jangan berikan suara kita kepada manusia yang jelas-jelas telah memusuhi rakyatnya sendiri sehingga menuduh seorang tua yang notabene rakyatnya sebagai tokoh teroris. Jangan tusukan paku di jari kita atas muka orang yang tidak jelas komitmen dan integritas untuk rakyatnya. Jelasnya tidak ada satu pasanganpun yang pantas memimpin negeri ini. Jadi, haruskah kita menjadi golput alias tidak mencoblos satu pasangan pun?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar