Dalam
dunia penelitian kata populasi digunakan untuk menyebutkan serumpun atau
sekelompok obyek yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan
keseluruhan (universum) dari obyek penelitian. Berdasarkan penentuan
sumber data, populasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu Populasi Terbatas
(populasi yang memiliki sumber data yang jelas batas-batasnya secara
kuantitatif) dan Populasi Tak Terhingga (populasi yang memiliki sumber
data yang tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara kuantitatif dan
hanya dapat dijelaskan secara kualitatif).
Dilihat dari kompleksitas obyek populasi, maka populasi dapat dibedakan menjadi Populasi Homogen (keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi memiliki sifat-sifat yang relatif sama antara yang satu dnegan yang lain dan mempunyai ciri tidak terdapat perbedaan hasil tes dari jumlah tes populasi yang berbeda) dan Populasi Heterogen (keseluruhan individu anggota populasi relatif mempunyai sifat-sifat individu dan sifat-sifat tersebut yang membedakan antara individu anggota populasi yang satu dengan yang lain).
Walaupun populasi penelitian memiliki beberapa sifat yang tidak jarang membingungkan, tetapi menjadi tugas peneliti utnuk memberikan batasan yang tegas terhadap setiap obyek yang menjadi populasi penelitiannya. Pembatasan dimaksud harus berpedoman terhadap tujuan dan permasalahan penelitian. Oleh karena itu, dengan pembatasan populasi penelitian akan memudahkan di dalam memberikan ciri atau sifat-sifat dari populasi tersebut dan akhirnya akan memberikan keuntungan dalam penarikan sampel penelitian.
Dalam membangun generalisasi hasil penelitian biasanya digunakan teknik analisis statistik inferensial untuk membuktikan kebenaran dari hukum kemungkinan. Atau dengan kata lain, apabila suatu penelitian menggunakan sampel penelitian, maka penelitian tersebut menganalisis hasil penelitiannya melalui statistik inferensial dan berarti hasil penelitian tersebut merupakan suatu generalisasi. Untuk mendapatkan generalisasi yang baik, disamping harus memperhatikan tata cara penarikan kesimpulan, bobot sampel penelitian harus dapat dipertanggungjawabkan, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian benar-benar mampu mewakili setiap unit populasi.
Dalam kasus populasi homogen, penarikan sampel penelitian tidak terlalu sulit dan dapat dilakukan dengan cara pengundian atau secara acak (random). Lain halnya dengan populasi hiterogen, pengambilan sampel tidak dapat dilakukan sebagaimana dalam populasi homogen dan membutuhkan teknik-teknik khusus yang sejalan dengan sifat populasi hiterogen tersebut. Selain itu, ketepatan penarikan kesimpulan penelitian tidak selalu terkait dengan besar kecilnya jumlah sampel penelitian yang diambil, tetapi yang mampu menjamin ketepatan kesimpulan tersebut adalah sampel penelitian harus benar-benar representatif. Jadi tidak ada gunanya mengambil sampel penelitian yang cukup besar jika diambil dari populasi yang tidak representatif.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sampel penelitian adalah :
Derajat keseragaman (degree of homogeneity) populasi. Populasi yang homogen cenderung memudahkan penarikan sampel dan semakin homogen populasi maka memungkinkan penggunaan sampel penelitian yang kecil. Sebaliknya jika populasi heterogen, maka terdapat kecenderungan menggunakan sampel penelitian yang besar. Atau dengan kata lain, semakin komplek derajat keberagaman maka semakin besar pula sampel penelitiannya.
Derajat kemampuan peneliti mengenal sifat-sifat populasi.
Presisi (kesaksamaan) yang dikehendaki peneliti. Dalam populasi penelitian yang amat besar, biasanya derajat kemampuan peneliti untuk mengenali sifat-sifat populasi semakin kecil. Oleh karena itu, untuk menghindari kebiasan sampel maka dilakukan jalan pintas, yaitu memperbesar jumlah sampel penelitian. Artinya, apabila suatu penelitian menghendaki derajat presisi yang tinggi maka merupakan keharusan untuk menggunakan sampel penelitian yang besar. Yang perlu mendapat pertimbangan di sini adalah presisi juga tergantung pada tenaga, waktu, dan biaya yang cukup besar. Menurut HM. Rahmady Radiany (dikutip Burhan Bungin; 2005: 105) rumus perhitungan besaran sampel adalah : n = (N) / [(N (d)2 + 1)] . Keterangan : n : Jumlah sampel yang dicari; N : Jumlah populasi d : Nilai Presisi (misal sebesar 90% maka d = 0,1)
Penggunaan teknik sampling yang tepat. Untuk mendapatkan sampel yang representatif, penggunaan teknik sampling haruslah tepat. Apabila salah dalam menggunakan teknik sampling maka akan salah pula dalam memperoleh sampel dan akhirnya sampel tidak dapat representatif.
Untuk mendapatkan sampel yang representatif, beberapa teknik pengambilan sampel yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
PENGAMBILAN SAMPEL PROBABILITAS (ACAK)
Adalah suatu metode pemilihan ukuran sampel dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Husein Umar: 1999). Terdapat tiga cara pengambilan sampel dengan metode acak, yaitu :
Simpel Random Sampling. a. Cara Undian, yaitu memberi nomor seluruh populasi dan dilakukan pengundian secara acak; b. Cara Tabel Bilangan Random, yaitu suatu tabel yang terdiri dari bilangan-bilangan yang disajikan dengan sangat berurutan. Populasi diberi nomor urut dahulu dan dilakukan pengacakaan antara nomor pupolasi dengan tabel acak; dan c. Cara Sistematik / Ordinal, yaitu pemilihan sampel dimana yang pertama secara acak dan selanjutnya pemilihan sampel berdasarkan interval tertentu
Cara Stratifikasi (Stratified Random Sampling). Populasi yang dianggap hiterogen, berdasarkan karakteristik tertentu, dikelompokkan dalam beberapa sub populasi sehingga setiap sub populasi menjadi lebih homogen dan setelah itu masing-masing sub diambil sampelnya secara acak.
Cara Kluster (Cluster Sampling). Pengambilan sampel cara kluster hampir sama dengan cara stratifikasi, tetapi yang membedakan pembagian sub populasi masih homogen, misalnya berdasarkan wilayah atau letak geografis, dan kemudian dari sub populasi tersebut diambil sampel secara acak
PENGAMBILAN SAMPEL NON-PROBABILITAS / NON-ACAK
Pengambilan sampel dengan non acak dilakukan jika semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel, misalnya terdapat bagian populasi yang dengan sengaja tidak dijadikan anggota sampel yang mewakili populasi. Terdapat enam cara pengambilan sapel secara non acak (Husein Umar: 1999), yaitu :
Cara Keputusan (Judgment Sampling), yaitu pengambilan sampel dengan terlebih dahulu memutuskan jumlah maupun sampel yang akan diambil dengan tujuan tertentu
Cara Kuota (Qouta Sampling), yaitu jika penelitian untuk mengkaji fenomena tertentu maka responden yang akan dipilih adalah yang diperkirakan dapat menjawab semua permasalahan yang terkait dengan penelitian
Cara Dipermudah (Convinience Sampling), yaitu peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa yang akan dijadikan sampel atau yang akan ditemui sebagai responden
Cara Bola Salju (Snowball Sampling), yaitu penentuan sampel yang semula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain yang dianggap tahu terkait dengan permasalahn yang diteliti untuk dijadikan sampel lagi dan seterusnya
Area Sampling, yaitu populasi dibagi menjadi sub populasi dan sub populasi dibagi menjadi sub-sub populasi sampai dengan sub yang terkecil dan baru diambil sampel untuk masuk ke bagian populasi yang lebih besar dan dari bagian populasi yang besar juga diambil sampelnya
Purposive Sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar