Pendidikan nilai/budi pekerti: MATA dan TELINGA

Dalam kesempatan pertemuan "Pendidikan Katolik Internasional" di Brasilia-Brasil, seorang rekan dari Amerika Serikat berceritera bahwa "seorang anak nonton tv satu jam saja sudah akan berpengaruh terhadap perilakunya". Pernyataan itu kemudian kami eksplorasi bersama: mengapa demikian. Di Amerika cukup banyak saluran tv. Bukankah seseorang termasuk anak akan menonton siaran tv tidak hanya asal menghidupkan pesawat tv, tetapi yang bersangkutan pasti akan memilih saluran atau siaran-siaran yang diminati alias menjadi seleranya. Yang menjadi masalah adalah selera. Mengapa menjadi masalah?
SELERA
Mengikuti selera berarti memuaskan keinginan pribadi, atau secara kasar dapat dikatakan "memuaskan nafsu". Untuk mengeksplorasi masalah selera ini saya sampaikan, sekali lagi berupa ceritera, ceritera dari seorang dokter untuk tentara. Sang dokter pada suatu saat berkata:"Tugas saya adalah menjaga kesehatan tentara, antara lain menyediakan makanan yang memadai demi kesehatan. Untuk itu harus saya perhatikan gizi (mutu) maupun banyaknya. Demi kesehatan: apa yang saya sediakan harus dimakan habis, mereka tidak boleh makan menurut selera sendiri. Karena kalau mereka makan menurut selera sendiri, mereka tidak akan sehat alias sakit-sakitan, dan dengan demikian tidak layak menjadi prajurit yang siap tempur". Kalau makan menurut selera tidak sehat untuk pertumbuhan dan perkembangan phisik, bagaimana jika pergaulan, bekerja dst..hanya mengikuti selera? Bukankah juga tidak sehat?
Orang(anak) yang hanya mengikuti selera atau dominan dalam hal selera akan cenderung menjadi egois, dan jika ia menghadapi tantangan atau sesuatu yang tidak sesuai dengan seleranya, ia akan marah (mencelakakan yang lain: kalau ia tidak punya kuasa akan "ngambek/dableg"/membisu, kalau ia penguasa dapat membuat kebijakan yang membuat orang lain menderita). Terbiasa mengikuti selera pribadi akan membuat orang kurang menghargai yang lain atau tidak tahan dalam penderitaan/tantangan/kesulitan.
MATA DAN TELINGA.
Dua indera kita ini aktif sejak kecil dan merupakan sarana untuk menerima (reciever) yang canggih. Orang dewasa dapat memilih atau mengikuti selera apa yang dilihat dan didengarnya. Apa yang dilihat dan didengarnya (termasuk yang dibaca) akan berpengaruh kuat dalam pandangan, sikap dan tindakan hidupnya. Bagaimana dengan anak-anak? Bukankah anak-anak tidak atau kurang dapat memilih. Mereka dapat melihat dan mendengar apa yang ada di sekitarnya. Bagaimana orang-orang dewasa di sekitarnya hidup (bertindak dan berbicara) akan berpengaruh terhadap mereka; hiasan dinding yang ditempel di rumah dst.,. akan berpengaruh terhadap mereka dst... Dalam hal melihat dan mendengar ini peting sekali diperhatikan bagi anak-anak balita.
TANTANGAN UNTUK PENDIDIKAN NILAI/BUDI PEKERTI.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro memiliki filsafat pendidikan yang kita kenal "ing arso asung tulodho, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani" (keteladanan, motivasi dan pemberdayaan). Dalam rangka pendidikan nilai/budi pekerti KETELADANAN merupakan cara atau metode yang penting bahkan mutlak untuk dilaksanakan. Maka untuk pendidikan ini KETELADANAN dari para orang dewasa (orangtua, guru, kakak, atasan, pembesar dst..) mutlak untuk dihayati. Keteladanan dalam perilaku atau tindakan (apa yang dapat DILIHAT) dan kata-kata (apa yang dapat DIDENGARKAN). Tantangan: bukankah masa kini krisis keteladanan?
Apa yang DILIHAT nampaknya pada masa kini perlu memperoleh perhatian serius, misalnya:
- siaran tv (termasuk cd/vcd )
- hiasan-hiasan di dinding
- gambar-gambar iklan di jalanan
- perilaku para orang dewasa
- dst..
Demikian pula dengan apa yang DIDENGAR. Orang dapat bermain sandiwara: dihadapan anak kelihatan baik, tetapi jika tidak dilihat anak bertindak seenaknya (mengikuti selera sendiri). Ingat: bermain sandiwara tidak dapat bertahan lama, dan ketika orang tidak mampu bermain sandiwara, alias ia sudah hidup biasa dengan dan melalui perilaku tertentu, ia tak dapat menyembunyikan diri (bersandiwara lagi). Dengan demikian apa yang ia lakukan dengan mudah akan tersiarkan atau diceritakan dari mulut ke mulut...dan kemungkinan sangat besar terjadi ceritera itu sampai ke telinga orang/anak , kepada siapa sebenarnya ia ingin menyembunyikan. Dan jika hal ini terjadi akibatnya akan fatal. Ingat: penyelewengan suami/isteri, korupsi dan sebagaimana. Tantangan: hidup jujur dan disiplin.
Catatan: pengamatan kami anak-anak masa balita kurang memperoleh pendampingan atau pendidikan yang memadai, karena kesibukan orangtua (orangtua tidak punya waktu untuk anak secara memadai). Ketika anak masih kecil(balita) dapat dititipkan pada pembantu atau pengasuh/perawat. Dan memang anak balita tidak akan "rewel" atau "protes" atas hal itu. Tetapi kelak ketika menjadi remaja/pubertas, mereka mulai protes...dan inilah kenakalan yang tak terkendali sebagaimana yang terjadi saat ini. Hal ini merupakan permenungan pribadi. Silahkan para pembaca mengkritisi. Tetapi pengalaman dan pengamatan kami: masa BALITA PENTING (5 tahun pertama usia anak=anak, 5 tahun pertama usia perkawinan/hidup berkeluarga, 5 tahun pertama dalam kerja dst..).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar